POLITIKHEADLINES

Antisipasi Masalah Media Sosial Jelang Pemilu 2024

319
×

Antisipasi Masalah Media Sosial Jelang Pemilu 2024

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Pemilu

INDONESIA UPDATE —Jelang dua tahun Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak tahun 2024, pada tanggal 18 Februari 2022 digelar diskusi melalui platform instagram dengan tema “Pengaturan Kebijakan Kampanye Digital untuk Pemilu Serentak 2024”.

Ada tiga orang peneliti yaitu Ahmad Hidayah (peneliti bidang politik The Indoesian Institute/TII), Maharddhika (peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi/Perludem), dan Alia Yofira Karuninan (peneliti lembaga studi dan advokasi masyarakat/ELSAM).

Di awal diskusi, Ahmad Hidayah, memaparkan hasil penelitian TII yaitu Indonesia Report dengan judul “Komunikasi Politik Calon Presiden Potensial Melalui Platform Media Sosial Tahun 2021”.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dari tujuh calon presiden potensial yang diteliti, seluruhnya telah menggunakan media sosial seperti instagram, facebook, youtube, dan twitter. Terkait hal tersebut, Maharddika berpendapat bahwa telah terjadi pergeseran gaya komunikasi politik di era media sosial.

“Terjadi pergesaran ekosistem cara politisi dalam berkomunikasi yang awalnya hanya satu arah dan saat ini menjadi dua arah. Salah satu platform yang dimanfaatkan adalah media sosial untuk dapat mengenalkan dirinya kepada pemilih. Sehingga ketika dijalankan tahapan pemilu mereka sudah dapat memperkenalkan diri dan juga partai yang mengusung mereka menjadi dikenal oleh publik”, jelas Maharddika.

Alia Yofira Karuninan pun menambahkan bahwa pandemi COVID-19 membuat penggunaan media sosial sosial meningkat, termasuk oleh para politisi. Bahkan, jika mengacu pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 lalu, penyelenggara pemilu pun menghimbau bagi peserta Pilkada untuk berkampanye melalui media sosial.

“Bahkan sebelum masuknya tahapan penyelenggaraan, ELSAM juga melihat dalam Pilkada tahun 2020 yang dilakukan di tengah pandemi membuat penyelenggara Pilkada memberikan himbauan agar kandidat lebih banyak menggunakan media sosial untuk berkampanye,” tutur Alia Yofira Karuninan.

Berita Terkait  KPU Laksanakan Coklit Data Pemilih Pemilu 2024

Terkait persoalan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, Ahmad Hidayah, peneliti TII, mengibaratkan media sosial sebagai pedang bermata dua.

Di satu sisi, media sosial menjadi alat yang mempermudah politisi untuk berkomunikasi politik. Namun disisi lain, terdapat sejumlah masalah dengan adanyanya media sosial, seperti kampanye hitam, ujaran kebencian, dan hoaks.

“Contoh kasus di Pilkada 2020, salah satu calon wakil walikota Tangerang Selatan, Rahayu Saraswati mendapat black campaign di media sosial. Belum lagi adanya hoaks yang bertebaran di media sosial,” terang Ahmad.

Maharddika pun menanggapi dengan mengatakan bahwa pengaturan hukum yanga ada saat ini belum mampu menyelesaikan persoalan terkait dengan kampanye di media sosial.

Hal yang perlu dilakukan saat ini adalah mengidentifikasi masalah yang berpotensi muncul dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2024.

“Mengidentifikasi satu per satu persoalan tersebut dengan memilahnya secara proporsional merupakan hal pertama yang perlu dilakukan sebelum melakukan pembentukan kerangka hukum yang konkret, karena mengetahui persoalan konkret dalam penyelenggaraannya menjadi hal yang penting,” Jelas Maharddika.

Alia Yofira Karunian pun menjelaskan bahwa untuk mengatasi permasalahan hoaks, maka penyelenggara pemilu perlu untuk membentuk tim yang bertugas untuk meng-counter isu hoaks.

Selain itu, kolaborasi dari berbagai pihak menjadi kunci untuk dapat menciptakan penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *