INDONESIAUPDATE.ID – Masyarakat yang akan melaksanakan ibadah umrah sering tidak mengetahui besaran biaya umrah yang wajar. Banyak biro perjalanan wisata maupun perseorangan yang menawarkan biaya umrah sangat murah meskipun tidak rasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu menetapkan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) Referensi.
Amar perlunya biaya referensi ini ditetapkan dalam Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Amar tersebut juga diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 yang merevisi sebagian ketentuan di dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Pada pasal yang mengatur kewajiban PPIU disebutkan bahwa salah satu kewajiban PPIU adalah mengikuti standar pelayanan minimal dan harga referensi.
Bagi PPIU yang melanggar dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam Pasal 460 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021. Sanksi administratif berupa teguran tertulis diberikan kepada PPIU yang melakukan tindakan 12 jenis pelanggaran. Dua di antaranya merupakan pelanggaran terhadap biaya referensi yaitu: (a) PPIU tidak mengikuti standar pelayanan minimal dan harga referensi; dan (b) PPIU tidak melaporkan paket di bawah harga referensi.
Biaya referensi umrah berkaitan langsung dengan standar pelayanan minimal umrah. Ibadah umrah memiliki standar pelayanan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. Seluruh komponen pelayanan umrah yang dapat dinilai dengan biaya akan diperhitungkan hingga ditemukan satuan biaya yang wajar yang dapat dijadikan sebagai biaya referensi umrah.
Pemilihan diksi Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) Referensi yang lebih dikenal dengan “biaya referensi” bukan tanpa alasan. Sepintas biaya referensi seperti ambigu, tidak jelas, karena tidak mengatur biaya minimal dan biaya maksimal atau biasa dikenal dengan harga eceran tertinggi dalam penjualan produk lainnya.
Secara prinsip masyarakat atau jamaah umrah berhak mendapatkan harga kompetitif termurah, sehingga pemerintah tidak dapat membuat kebijakan biaya terendah. PPIU juga dapat menjual dengan biaya tinggi sesuai dengan jenis layanan yang diberikan kepada jamaah, karena tidak ada batasan atas dalam pelayanan. Biaya referensi merupakan kebijakan Kementerian Agama yang berada di tengah-tengah antara kepentingan jamaah dan PPIU.
Biaya referensi tetap mengacu kepada standar pelayanan minimal dengan acuan harga pasar. Komponen BPIU Referensi terdiri dari semua jenis layanan umrah yang harus diberikan oleh PPIU. Komponen pelayanan berupa pelayanan administrasi, bimbingan ibadah/manasik, tiket penerbangan, hotel, transportasi, konsumsi, asuransi, dan perlengkapan.
Kemenag tidak mengatur harga terendah atau harga tertinggi karena biaya umrah sangat dipengaruhi oleh pasar internasional. BPIU Referensi bisa jadi merupakan kebijakan moderat yang original produk Kementerian Agama.
Dalam sejarahnya, Kementerian Agama pernah menetapkan BPIU Referensi sebanyak dua kali. Pertama, BPIU Referensi ditetapkan sebesar Rp 20juta. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 221 tahun 2018 tentang BPIU Referensi. KMA tersebut terbit pada 13 April 2018.
Berikutnya Kementerian Agama menetapkan BPIU Referensi masa pandemi sebesar Rp 26juta. Penetapannya melalui KMA Nomor 777 Tahun 2020 tentang Biaya Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah Referensi Masa Pandemi.
Kini status pandemi telah resmi dicabut. Biaya umrah saat ini telah mengalami banyak perubahan. Sebagian PPIU bahkan berani menawarkan umrah dengan biaya murah, hampir mendekati kisaran Rp 20 juta. Kementerian Agama perlu segera membuat formulasi baru untuk update BPIU Referensi.
Keberadaan BPIU Referensi saat ini sangat penting karena menjadi pedoman bagi masyarakat dalam mempertimbangkan biaya umrah yang rasional. Selain itu, BPIU Referensi juga menjadi pedoman pengawasan, klarifikasi, sekaligus investigasi terkait harga paket umrah yang ditawarkan PPIU.
Abdul Basir (Analis Kebijakan Ahli Muda – DJPHU)