INDONESIAUPDATE.ID – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief mengatakan dunia perhajian saat ini bukan sekadar elemen proses rangkaian ibadah semata.
Banyak elemen pendukung dalam dunia perhajian, salah satunya keberlangsungan perekonomian dan pembiayaan pelayanan Jemaah Haji. Semua prosesi haji selama ini telah di-supply oleh banyak negara, khususnya pada sektor konsumsi untuk Jemaah Haji Indonesia.
Hal ini disampaikan Hilman Latief dalam kegiatan Pengembangan Haji Umrah dan Ziswaf sebagai Potensi Bisnis yang Berkelanjutan Perbankan Syariah di Jakarta. Tampak hadir Internal Trainer Banking and Finance Development Center Ajar S. Broto dan 32 perwakilan cabang Bank Penerima Setoran (BPS) di seluruh Indonesia.
“Sustainable finance dan keberlangsungan ekonomi ini perlu kita pertimbangkan secara transparan dan terbuka. Sekitar 65-70 triliun kita keluarkan per tahun untuk penyelenggaraan haji dan umrah jemaah kita. Bagaimana dampaknya untuk Indonesia? Bagaimana sudut ekosistem transaksi dan perekonomiannya?,” ujar Hilman Latief, Rabu (18/10/2023).
Ia menjelaskan pada tahun 2023, dari sektor konsumsi Indonesia belum bisa memenuhi permintaan bahan makanan untuk jemaah termasuk 25.000.000 porsi makanan yang disediakan untuk Jemaah Haji.
“Bukan negara yang tidak ingin memberdayakan UMKM dan supplier, tetapi persediaan stok kita yang masih belum memenuhi angka 30 persen dari total kebutuhan,” ujar Guru Besar Universitas Muhammadiyah ini.
Hilman memaparkan, haji bukan sebatas ibadah spiritual semata, namun juga manfaat yang dihadirkan untuk sekitar, baik dari sisi sosial, ukhuwah Islamiyah, dan perekonomian jual beli.
“Ini sektor yang selalu luput dan terabaikan dari kita. Potensi kita besar, tapi ternyata suplai kita belum memenuhi standar total dalam proses eksekusinya,” tandas Hilman.
Hilman menyebutkan 4 triliun yang dikeluarkan untuk layanan konsumsi jemaah. Dengan total bahan yang dibutuhkan seperti beras 1.822 ton, daging 521, ikan 791 ton, ayam 710 ton, telur 202 ton.
“Semua bahan tersebut masih kita impor dari negara luar. Di antaranya dari Thailand, Vietnam, Brazil, India, Afrika, dan Amerika Latin. Lalu Indonesia dapat apa dari sektor ekonomi ini? Apakah kita akan diam saja?,” tegas Hilman.
Ia menambahkan, haji tidak sesimpel itu. Walaupun dilihat mudah secara kasat mata, ternyata banyak hal kompleks yang perlu dibahas secara intens. Bukan sebatas kerja sama dengan stakeholder terkait semata.
“Kita sedang berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian demi memajukan suplai ekspor bahan makanan ke Arab Saudi. Sektor perekonomian yang melibatkan hukum haji, proses DAM misalnya. Ini masih menjadi tantangan buat kita,” kata Hilman.
Misalnya lanjut Hilman, proses transaksi dan supplier 221.000 domba/kambing dari Afrika perlu dilakukan standarisasi.
“Di sisi lain jemaah menyaksikan proses pemotongan DAM. Tapi, siapa yang menjaga akuntabilitasnya? Pengelolaannya setelah itu bagaimana? Kita sedang mendiskusikan hal itu. Hal yang luput dari penjagaan kita tahun ini, insya Allah akan kita upgrade semuanya di tahun depan,” tandas Hilman.
Haji dan segala elemennya akan menjadi fokus utama bagi berbagai stakeholder. Hilman juga meminta kepada pihak terkait, termasuk Bank Penerima Setoran (BPS) untuk lebih memperhatikan karakteristik jemaah. Khususnya BPS yang berlokasi di masing-masing daerah karena proses persiapan sedang berlangsung.
“Tahun ini, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah akan lebih intens dalam membuat kebijakan terbaru, khususnya dalam sektor perekonomian dan pengawasannya,” tutupnya.