INDONESIAUPDATE.ID – Program Batik Bhinneka Tunggal Ika merupakan program kerja sama Institut Pluralisme Indonesia (IPI) dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang didukung oleh The Ford Foundation dan Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Polpum Kemendagri).
Program ini sudah dilaksanakan sejak Maret 2022, dan akan berlangsung sampai Desember 2023. Daerah-daerah yang menjadi fokus pengembangan komunikasi dan jaringan pendukung, meliputi Batang-Jawa Tengah, Jambi-Provinsi Jambi, serta Jakarta Barat-DKI Jakarta. Program ini akan diperluas ke daerah lainnya guna mendukung stakeholder terkait budaya dan industri kecil batik Indonesia, serta pendidikan pluralisme yang berkelanjutan.
Program ini kini telah sampai pada tahap penyelesaian pembuatan motif batik dan penulisan literasi sejarah batik Indonesia, serta literasi batik yang ramah lingkungan (environment and culture friendly batik).
Untuk itu, pada kegiatan yang diselenggarakan ini akan diluncurkan secara resmi “Batik Bhinneka Tunggal Ika”. Peresmian tersebut sebagai bentuk apresiasi untuk insan-insan yang telah berpartisipasi pada kegiatan Program Batik Bhinneka Tunggal Ika.
BRIN melalui Kelompok Riset Multikulturalisme – Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) memiliki perhatian mendalam akan isu keberagaman yang menjadi ciri utama masyarakat Indonesia.
“Kita memerlukan sebuah nilai bersama yang praktikal, yang nyata, dan dapat menjadi pemersatu semua perbedaan itu. Kita memiliki landasan nasional Bhinneka Tunggal Ika yang juga menjadi dasar pemikiran Batik Bhinneka Tunggal Ika yang akan dipamerkan nanti,” ungkap Ketua Panitia yang juga Peneliti Ahli Muda PRMB BRIN Genardi Atmadiredja.
Dijelaskan dia, kelompok riset lainnya di PRMB juga menelisik mengenai seni, baik seni batik atau bentuk seni lainnya sebagai manifestasi identitas kelompok yang berbeda dalam konteks keberagaman Indonesia.
“Dalam salah satu kegiatan bekerja sama dengan IPI ini, BRIN juga mendorong banyak tema dalam dunia batik seperti ekokultur yang mempraktikkan seni membatik yang ramah lingkungan,” jelasnya.
Keberagaman Indonesia sebagaimana tergambar dalam Batik Bhinneka Tunggal Ika, juga akan menjadi salah satu sub tema dalam Rumah Program Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN, yaitu Keragaman Indonesia.
Masih menurut Genardi, program tersebut sangat menantang dari sisi bagaimana bisa menarik berbagai bidang disiplin ilmu untuk dapat berkontribusi. Misalnya, tidak hanya dari ilmu sosial terkait identitas keberagaman masyarakat Indonesia, akan tetapi juga praktik ramah lingkungan.
“Hal itu akan membutuhkan kajian dari ilmu hayati tentang jenis tanaman untuk pewarna alami, dari ilmu kimia untuk mencari bahan-bahan kimiawi dalam pewarnaan yang tidak merusak ekologi, dari ilmu seni dan desain untuk mengembangkan nilai estetik dan desain yang tidak hanya tradisional sesuai pakem di berbagai daerah, tapi juga kontemporer yang dapat menjangkau pasar lebih luas. Juga aspek ekonomi terkait batik sebagai salah satu komoditas utama Indonesia,” urainya.
Kegiatan ini merupakan awal kolaborasi PRMB BRIN dan IPI yang telah berpengalaman dalam menciptakan bentuk seni batik sebagai manifestasi keberagaman.
“Saya harap, dalam kurun waktu kerja sama ke depan akan menghasilkan banyak bentuk dan desain seni batik. Ataupun kolaborasi antar pelaku batik atau seni lainnya, yang dapat bersama menciptakan ruang belajar dan berkreasi serta berinovasi, untuk menciptakan nilai bersama pemersatu berbagai perbedaan dalam masyarakat Indonesia,” harapnya.
Sebagai informasi, banyak hasil yang telah dicapai dalam perjalanan IPI sejak 2004 dengan program Revitalisasi Budaya dan Industri Batik Indonesia, antara lain keberhasilan mengembangkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) batik di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
“Harapannya, kegiatan ini dapat memperluas kolaborasi antara institusi pemerintah, NGO lembaga funding, dan masyarakat praktisi batik, serta memberikan gambaran inovasi juga dalam dunia perbatikan yang memberi tafsir baru, bahkan dapat menciptakan karya batik yang menembus batas-batas wilayah atau identitas lokal tertentu,” tandas Genardi.