INDONESIAUPDATE.ID – Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Ditjen PHU Kementerian Agama Jaja Jaelani mengatakan ada dua komponen yang selalu menjadi pembahasan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Selain komponen penting penyelenggaraam haji, Jaja juga memaparkan perkembangannya dalam 13 tahun terakhir serta pentingnya penguatan istithaah kesehatan dan finansial.
Hal tersebut disampaikan Jaja dalam acara Seminar Nasional yang digelar oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dan Universitas Hasanuddin dengan tema “Berkhidmat untuk Umat: Menuju Pengelolaan Keuangan Haji yang Profesional, Transparan dan Akuntabel” pada Jumat (3/11/2023).
“Dalam setiap pembahasan haji, ada dua komponen yang selalu dibahas. Pertama adalah nilai manfaat, yang kedua adalah Biaya Perjalanan Haji (Bipih) yang komponennya terdiri dari biaya penerbangan, layanan Masyair, living cost, sebagian akomodasi dan sebagian konsumsi,” kata Jaja Jaelani.
Jaja juga menjelaskan tentang kebijakan yang akan diambil pada penyelenggaraan haji tahun 2024.
“Tahun 2023, tingginya angka Jemaah Haji yang meninggal menjadi catatan khusus pemerintah. Hal tersebut menjadi dasar tahun 2024 kami canangkan program istithaah. Artinya apa? Jika secara finansial sudah mampu, kami tinjau dari aspek kesehatannya lagi. Maka tahun 2024 istithaah kesehatan dilakukan sebelum pelunasan sehingga terwujud haji yang mandiri,” ujar Jaja.
Lebih lanjut ia menjelaskan tentang perkembangan rasio nilai manfaat dan Bipih.
Perkembangan dana haji, lanjut Jaja, dari tahun ke tahun yang berupa rasio nilai manfaat dan Bipih cukup luar biasa.
Setiap tahunnya rasio tersebut selalu bergerak. Pada tahun 2010, presentase nilai manfaat hanya 12,91% dan Bipih 87,09%. Di tahun 2011 nilai manfaat 18,57% dan Bipih 81,43%. Kemudian di tahun 2019 nilai manfaat yang digunakan adalah sebesar 49,05% dan Bipih 50,95%. Di tahun 2022, nilai manfaat 59,21% dan Bipih 40,79%,.
“Di tahun 2022, penggunaan nilai manfaat lebih besar dari pada biaya yang dibayar oleh Jemaah (Bipih),” imbuhnya.
Jaja menegaskan jika nilai manfaat yang digunakan lebih besar daripada Bipih, maka komposisi dana haji tidak rasional.
Dua komponen antara Bipih dan nilai manfaat harus rasional agar dana haji berkelanjutan. Kedepan, pola proporsi nilai manfaat dan Bipih akan didesain agar dana haji memiliki keberlanjutan dan berkeadilan.
“Tidak selamanya kita meminta subsidi (nilai manfaat) besar-besaran yang dapat mengganggu rasio dana haji,” tegasnya.
Hadir dalam acara tersebut Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa, Wakil Menteri Agama Republik Indonesia Saiful Rahmat Dasuki, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Haji Fadhul Imansyah, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Arif Satria, Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Achmad Ruslan, dan Anggota BPKH Amri Yusuf.