INDONESIAUPDATE.ID – Aliansi Perjuangan Keadilan Rakyat Tanimbar (APKRT) melayangkan kritik keras terhadap PT Inpex Masela Ltd. dan SKK Migas. APKRT menuding keduanya telah mengabaikan prinsip keadilan sosial dan merusak tatanan lingkungan di Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Aksi protes yang digelar di Jakarta, Senin (3/11), diwarnai seruan lantang dari warga yang merasa hak-haknya terampas akibat proyek eksploitasi gas Blok Masela.
Koordinator APKRT, Simon Batmomolin, menegaskan bahwa proyek besar tersebut bukan hanya gagal membawa kesejahteraan bagi rakyat Tanimbar, tetapi juga menimbulkan kerusakan ekologis yang serius.
“Kami menyaksikan sendiri bagaimana laut kami mulai tercemar, hutan-hutan dirambah untuk kepentingan proyek, dan nelayan kehilangan ruang hidup. Ini bukan pembangunan berkeadilan, ini perampasan ruang hidup masyarakat adat,” ujar Simon dalam orasinya.
Negosiasi Panas dengan Pihak Inpex
Menurut Simon, setelah aksi berlangsung, perwakilan Inpex mencoba melakukan negosiasi untuk meredam massa. Namun, pihak APKRT menolak bertemu dengan pejabat rendah dan menuntut agar yang hadir langsung adalah pimpinan tertinggi perusahaan di Indonesia.
“Kami hanya mau bicara dengan orang nomor satu di Inpex Masela yang berkantor di Jakarta. Aspirasi rakyat tidak bisa dititipkan pada birokrat-birokrat yang tidak punya kewenangan,” tegasnya.
Akhirnya, Vice President Inpex Masela Ltd, Henry Banjarnahor, turun tangan dan menemui perwakilan demonstran.
Dalam pertemuan tersebut, menurut penuturan Simon, pihak perusahaan berjanji akan segera melaporkan aspirasi masyarakat kepada pimpinan Inpex di Jepang. Termasuk menggelar rapat khusus untuk membahas tuntutan tersebut.
Namun, Simon menilai janji itu belum cukup. Ia memberi waktu dua minggu bagi Inpex untuk menunjukkan langkah nyata.
“Kalau tidak ada kejelasan dalam dua minggu, kami akan kembali turun dengan massa yang lebih besar. Kami tidak sedang mencari mediasi, kami menuntut kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat Tanimbar,” ujarnya tegas.
Kerusakan Alam dan Krisis Sosial
Sejumlah aktivis lingkungan di Tanimbar juga menyoroti dampak ekologis proyek gas raksasa itu. Dipaparkan Simon, laporan lapangan menunjukkan bahwa aktivitas eksplorasi dan pembangunan infrastruktur telah mengganggu kawasan pesisir, merusak terumbu karang, serta memicu sedimentasi di beberapa titik perairan tempat nelayan biasa mencari ikan.
Selain kerusakan alam, masyarakat juga mengeluhkan minimnya keterlibatan tenaga kerja lokal serta tidak transparannya kompensasi lahan. Banyak warga merasa hanya dijadikan penonton di tengah proyek yang diklaim membawa kemakmuran.
Simon juga menyinggung bahwa Tanimbar bukanlah wilayah kecil tanpa arti.
“Ini tanah para pejuang, tanah yang melahirkan putra-putra bangsa,” ujarnya sembari menyinggung nama Ragnar Oratmangoen, pemain muda Timnas Indonesia berdarah Tanimbar, sebagai simbol semangat dan kebanggaan daerah.
“Kalau anak Tanimbar bisa membawa nama Indonesia di lapangan hijau, seharusnya perusahaan besar juga bisa membawa kesejahteraan bagi rakyatnya sendiri,” tutup Simon. (*)
Kampung Ragnar Oratmangoen Rusak, APKRT Desak Inpex Masela Tanggung Jawab











