INDONESIA UPDATE – Direktur Eksekutif Indeks Data Nasional (IDN) Syifak Muhammad Yus menanggapi keputusan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto (AH) yang menyatakan mundur dari pucuk kepemimpinan partai Golkar atau Ketua Umum Partai Golkar.
Mundurnya Airlangga membuat kejutan baru di dunia percaturan politik nasional.
“Proses pengunduran diri Airlangga bukanlah hal yang tiba-tiba, diduga ada persoalan yang tak selesai dan memuncak hingga pengunduran diri Airlangga,” kata dia.
Menurutnya, tentu yang tahu persoalan di tubuh Golkar pastinya adalah para elit Golkar itu sendiri.
Namun yang pasti ada proses-proses dan dinamika yang telah dilalui di internal elit Golkar hingga keputusan pengunduran diri Airlangga tersebut.
Sebagai partai besar, tentu saja Golkar menjadi salah satu partai kunci pada pilkada diseluruh Indonesia.
Bukan tidak mungkin, tarik-temarik calon kepala daerah menjadi salah satu penyebab pengunduran diri Airlangga.
“Yang menarik sebenarnya, pengunduran diri tersebut terjadi sebelum pendaftaran calon-calon kepala daerah di pilkada 2024 mendatang.
Artinya, keputusan-keputusan dari partai Golkar terkait pencalonan kepada daerah yang diusung di pilkada 2024 mendatang masih sangat mungkin berubah.
Pengunduran diri Airlangga juga dapat merubah konstalasi koalisi dan peta politik di setiap daerah baik di dalam partai Golkar maupun diluar partai Golkar menjelang pilkada 2024 mendatang.
“Terkait siapa yang cocok menggantikan pak Airlangga saya kira partai Golkar tidak kekurangan kader, partai Golkar sangat berpengalaman dan terlatih untuk menentukan Ketua Umumnya.”
Saat Ini Masih ada Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, kemudian ada juga Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bahkan Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia yang dinilai layak untuk melanjutkan roda kepemimpinan partai Golkar kedepannya.
“Bamsoet, AGK, dan Bahlil adalah kader dan pengurus Partai Golkar, mereka bertiga juga merupakan representasi Golkar dalam pemerintahan 10 tahun terakhir. Penting untuk disadari bahwa siapapun yang menjadi ketum kedepan harus mendapat restu presiden jokowi dan presiden terpilih prabowo,
karena dalam sejarah Gokar, presiden indonesia selalu menjadi “ketua dewan pembina defacto” partai Golkar. Hal ini yang menjadikan partai golkar selalu berada dalam kekuasaan. (*)